Warga Islandia berperan langsung menyusun Undang-undang negara melalui jejaring sosial internet (website, Facebook dan Twitter) akibat ketidakpuasan terhadap lambannya kinerja parlemen.
Islandia, sebuah negara skandinavia yang konstitusi atau Undang-undangnya mengadopsi negara Denmark setelah merdeka pada tahun 1944. Semenjak saat itu perubahan Undang-undang (UU) terus menjadi agenda, tapi tidak pernah terlaksana karena selalu menjadi ajang pertarungan politik dan kepentingan.
Namun runtuhnya perekonomian di tahun 2008 membuat masyarakat Islandia tergerak untuk mendorong perubahan Undang-undang.
Sebuah kelompok yang terdiri dari 25 warga Islandia pada hari jumat (29/7) akhirnya menyerahkan draft rancangan UU yang disusun oleh ratusan orang secara online ke parlemen Islandia.
Kelompok tersebut bekerja menyusun rancangan UU semenjak bulan April dan menpostingnya di Internet, yang membuat ratusan orang memberikan pendapat dan masukan terhadap rancangan tersebut melalui website www.stjornlagarad.is, jejaring sosial Facebook dan Twitter.
“Reaksi dari publik sangat penting. Dan banyak dari anggota kami sangat aktif merespon setiap komentar yang masuk” ujar Salvor Nordal (head of the elected committee of citizens from all walks of life)
Katrin Oddsdottir seorang pengacara yang turut berpartisipasi, melalui Twitter mengatakan bahwa ia percaya input dari masyarakatlah yang terpenting dalam penyusunan draft UU.
Dari yang saya pahami, orang (publik) dapat dipercaya. Kami memasukkan semuanya (draft UU) secara online dan berusaha untuk membaca, mendengar dan mengerti. Saya pikir itu memberi perbedaan terbesar dalam pekerjaan kami dan membuatnya menjadi lebih baik.
Berbagai usulan, saran dan proposal rancangan UU campur aduk masuk melalui website, Facebook, Twitter, YouTube dan Flickr, mulai dari yang serius membahas bidang ekonomi, kebebasan individu, transparansi web, dan juga rangkap jabatan di pemerintahan. Namun ada juga masukan yang aneh seperti melegalisasi marijuana ataupun membasmi kapitalis.
Beberapa orang berkomentar menganggap tindakan penyusunan UU melalui publik sangat kacau dan tidak teratur, namun Eirikur Bergmann seorang professor ilmu politik di Bifroest Unioversity Iceland berujar:
Ya memang kacau. Benar-benar kacau.
Tapi bandingkan juga dengan pembuatan Undang-undang di parlemen (DPR) di berbagai mayoritas negara didunia. Mereka juga sama kacaunya.
Anggota parlemen Islandia Asta Ragnheidur Johannesdottir mengatakan rancangan UU tersebut akan diteliti oleh komite di parlemen mulai 1 Oktober. Ia juga menambahkan, “Saya berterimakasih atas kerja kalian. Merupakan harapan saya, pada saatnya, warga Islandia tidak hanya dapat memiliki konstitusi yang dapat mereka terima, tapi juga dapat mereka banggakan.”
Menurut Info Teknologi cara ini mungkin bisa diterapkan di Indonesia, contohnya untuk penyusunan KUHP baru yang merupakan warisan Belanda dan tidak pernah selesai. Melalui sosial media para ahli hukum, akademisi dan pengacara bisa merembukkan pembahasan rancangan KUHP secara online yang bisa diikuti perkembangannya oleh masyarakat Indonesia.
Tidak tertutup kemungkinan pembuatan rancangan Undang-undang lain melalui internet pun bisa dilakukan; mengingat produk Undang-undang buatan DPR yg menghabiskan uang rakyat, kebanyakan merugikan masyarakat, kontroversial, direvisi tiap penggantian anggota DPR, ataupun terpaksa dirubah karena diajukan Judicial Review ke MK.
Sumber berita: AFP